Selamat malam, kamu. Aku harap wanita jalang ini tidak mengganggu tidurmu dengan sajaknya.
Aku ingin kamu mendengarkan ceritaku saat kamu terlelap, karena saat matamu terbuka aku tidak sanggup lagi merangkai kata-kata; bahkan menatap matamu saja aku melayang.
Aku tidak pernah tahu mengapa pundakmu begitu candu serupa pelukan ibu. Aku juga tak mengerti detak di masing-masing dada kita, dan aliran darah yang melesat serupa petasan; meledak-ledak. Melemparkan kita jauh ke atmosfer yang membuat kita sulit bernafas ketika bibir kita saling bersentuhan.
Mungkin saat ini aku tak mampu lagi untuk tidak mengingatmu, semua tentangmu tersimpan rapih di dalam benak. Melahirkan rindu yang terus beranak-pinak.
Aku tidak pernah berjanji akan terus mencintaimu. Yang aku tahu aku cinta kau hari ini, entah esok hari, entah lusa nanti. Entah.
Mungkin jauh setelah hari ini, kita tak bersama lagi, atau mungkin kamu tetap menggenggam tanganku erat dan kita akan saling jatuh cinta lagi. Mungkin.
Karena kamu serupa air; tenang, dingin, dan membuatku basah berkali-kali. Membiarkanku menyelam di dadamu selama aku mau. Karena dadamu yang bidang adalah sebenar-benarnya pulang.
Sayang, terimakasih untuk tetap mengizinkanku berjalan beriringan.
Maafkan aku yang memilih nada tinggi untuk sebuah peduli.
Selamat mengulang tahun, sayang. Maha aamiin atas segala doa baik. Teruslah ikuti arah hidup kemana ia membawamu, dan jangan risaukan debu yang menelusup ke matamu, atau kerikil yang membuatmu jatuh dan tersandung. Tetaplah tenang seperti saka yang kukenal selama ini. Jangan pikirkan yang tidak semestinya kau pikirkan. Dan terakhir... jangan lupa bahagia.
Aku, yang menggenggam erat tangan kirimu.